Mau Harta Tidak Mau Nyawa

Uang adalah benda di luar tubuh, bagaimana bisa lebih penting daripada nyawa? Apalagi nyawa sudah melayang, apa yang dapat dipakai untuk menikmati uang itu? Memandang uang di atas segala-galanya, oh! Benar-benar sangat bahaya sekali. Yang ringan mendatangkan musibah, sedangkan yang berat akan menjadi budak uang, dan akhirnya meninggal karena harta. Berikut adalah cerita pendek yang dikarang oleh Dayu Sinta Pramesti (Facebooknya, Twitternya). Cerita ini sarat makna. Jadi, pahami dan hayati ceritanya yaa.. Open-mouthed smile

 


Shuizhou tempat ini kali dan sungainya banyak, karenanya semua orang pandai berenang. Bocah-bocah yang berusia 5-6 tahun bisa bermain-main dan menangkap ikan di sungai ini, dan lebih hebat lagi kecakapan berenang orang dewasa.

Suatu hari, beberapa orang dari Shuizhou bersama seperahu melintasi sungai. Sepanjang perjalanan semua orang berbicara dengan gembira dan jenaka. Satu di antaranya mengatakan bahwa dirinya sudah beberapa tahun pergi berdagang, dan sekarang pulang melihat-lihat keluaraga. Ia membawa sebuah buntalan di sisinya, dan selalu berada di sisinya setiap saat. Perahu tiba di pusat sungai, dan hal yang merepotkan terjadi. Karena sebelumnya turun hujan badai selama beberapa hari berturut-turut, sehingga air pasang melonjak hebat, dan saat ini angin kembali betiup di permukaan sungai, sehingga membangkitkan gelombang raksasa. Dan tiba-tiba, sebuah gelombang menerjang ke perahu, sehingga memboboli sebuah lubang besar di ujung perahu, dengan gencar air sungai menggenangi perahu, dan perahu kecil akan segera tenggelam. Melihat kondisi yang buruk, orang-orang yang berada di atas perahu berturut-turut terjun ke sungai, berenang menyelamatkan diri, dan dengan sekuat tenaga berenang ke tepian.

Dan orang yang sebelumnya selalu membawa buntalan itu napasnya terengal-sengal, kedua tangan turun naik berusaha berenang, namun meskipun lelahnya bukan main, berenangnya tetap saja sangat lamban. Teman seperahunya merasa sangat aneh, lantas bertanya kepadanya: “Hei, selama ini kamu sangat mahir berenang, kenapa kali ini malah ketinggalan di belakang?” Dengan napas tersengal-sengal orang itu menjawab: “Sebelum terjun ke sungai, saya membelitkan buntalan berisi seribu kepingan besar uang, karena itulah saat berenang sangat melelahkan.”

Dan tidak beberapa lama kemudian, orang itu semakin tidak bisa bergerak (berenang) lagi, melihat tanda-tanda bahaya akan segera tenggelam, teman seperahunya mejadu cemas padanya, dan mengingatkan: “Lepakanlah uang itu dan buang saja!” Saking lelahnya orang itu tidak bisa berkata, hanya berusaha sekuat tenaga menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan terakhir benar-benar tidak bisa berenang lagi, melihat akan segera tenggelam melihatnya demikian orang-orang lain menjadi sangat cemas, lalu berteriak kencang kepadanya: “Kenapa kamu begitu tolol, nyawa sudah hampir tidak tertolong lagi, apa gunanya lagi uang itu? Sekarang buang uang itu masih belum terlambat, cepat buang uang itu, cepatlah, buang uang itu!” Orang itu tetap saja dengan sekuat tenaga menggeleng-gelengkan kepalanya, tetap tidak rela membuang uangnya. Dan terakhir, akhirnya ia benar-benar kelelahan, dan ia tenggelam ke dasar sungai bersama-sama dengan uangnya.

Makna yang terkandung dalam kisah cerita di atas adalah:

Pepatah mengatakanmanusia mati karena harta.”

No comments:

Post a Comment